Rabu, 19 Desember 2012

puisi


SEMUA TENTANG SEBELAH SAYAP
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Tiga bulan sudah kita bersama
Malam ini puncak dari segalanya
Mimpi yang selama ini selalu tercerna
Akhirnya dapat terlaksana jua

Bisikan dalam benak ini
Ingin lekas kuobati
Dengan penampilan yang menawan hati
Penonton pun bersorak-sorai
Menanti pementasan kami

Aku begitu bahagia
Tak ada satupun kata
Hanya ada seberkas senyum ceria
Yang kutorehkan untuk semua

Tuhan... Syukur kuucapkan saat ini
Tak ada lagi beban di dalam hati
Semua tlah berjalan dengan penuh arti
Suatu kebahagian yang tak terkira lagi


SEKOLAH
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Semua orang menginginkanmu
Kamu kebutuhan pokok kami
Namun banyak dari kami yang tak tahu
Tak tahu tujuan sebenarnya
Mengapa kami bersekolah
Ijazahkah?
Gelarkah?
Ilmukah?

Benarkah kami hanya sebagai boneka
Yang menurut saja demi nilai
Ikut ujian berharap kelulusan
Meski curang itu urusan belakangan

Ujian nasional... Itu momok bagi kami
Bukan mustahil kami tak lulus
Entah suatu saat akan jadi apa kami
Gembelkah?
Pegawaikah?
Pejabatkah?
Atau apalah...
Yang menentukan tetaplah pendidikan

Bukan mau kami
Kami ingin menimba ilmu
Tapi juga mengejar nilai
Sudah betulkah sistem pendidikan negeri ini?
Mengapa bangsa ini selalu saja dimonopoli?
Yang kaya selalunya mau kaya
Yang miskin akan selalu hidup melarat

Tak pernah kami diajarkan korupsi
Tak pernah kami diajarkan suap
Tak pernah kami diajarkan menipu
Di sekolah...

Lantas dari manakah mereka-mereka itu?
Yang korupsi?
Yang menyuap?
Yang menipu?
Yang tega merampas hak kami yang sedikit ini!
Apa mereka juga bersekolah?

Rabu, 12 Desember 2012


Saat Kita Bersua
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Ketika kita bersua
Waktu seakan berhenti
Ingin rasanya aku terbang
Menari di atas awan
Mengekspresikan rasa bahagiaku

Saat kita bersua
Jantung ini tak hentinya berdetak
Bukan karena takut atau was-was
Melainkan gugup yang tak karuan

Saat kita tak bersua
Ingin rasanya bersua lagi
Saling bertatapan penuh arti
Bila hari itu datang kembali
Kuingin kau tahu
Aku amat sangat bahagia




Menanti Lagi
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Malam ini sunyi
Yah memang sunyi
Malam ini sepi
Yah memang sepi

Aku sendiri
Yah lagi-lagi aku sendiri
Aku kini menanti
Yah tetap menanti
Menanti kekasih hati
Yah kekasih hati
Yang tak kunjung hadir di sini

Kemana gerangan dirinya kini
Apakah dia sudah lupa janjinya tempo hari
Bahwa dia akan datang dan berbagi
Berbagi kebahagian di tempat ini
Di tempat yang lagi-lagi membuatku menanti


Rabu, 21 November 2012

tugas analisis puisi dari beberapa penyair


Pada puisi Amir Hamzah ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Kurnia” sering digunakan amir hamzah bahkan dijadikan judul dalam salah satu puisinya. Kurnia yang dimaksud penyair pada puisi Nyanyian Mesir Purba hampir sama dengan makna kurnia pada puisi yang berjudul Kurnia, yaitu karunia (anugerah) dari Tuhan yang diberikan kepada penyair.
Ø  Kata “Malam” merupakan salah satu kata yang juga sering digunakan penyair. Misalnya pada puisi berjudul Nyanyian Syiking, Hanyut Aku, dan juga puisi Doa. Bahkan dalam satu puisi kata “malam” kadang digunakan lebih dari satu kali. Makna malam pada puisi Nyanyian Syiking, menggambarkan malam yang tadinya telah berubah menjadi pagi yang cerah disertai bunyi kokok ayam. Pada puisi Hanyut Aku, kata malam menggambarkan keputusasaan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Ø  Kata “Kekasih” juga ada ada pada beberapa puisi Amir Hamzah, misalnya pada puisi Nyanyian Syiking, Hanyut Aku, Doa, dan Memuji Aku. Makna dari kata “kekasih” yang dimaksud pengarang sepertinya hampir sama dalam setiap puisinya yaitu “Tuhan”. Meskipun ada beberapa kata-kata yang terkesan mesra namun pada kenyataannya banyak juga kata-kata lain yang mendukung bahwa kekasih yang dimaksud penyair bukanlah seseorang yang dicintainya.
Ø  Kata “Cahaya” digunakan penyair dalam puisi religinya. Misalnya pada puisi Doa, Memuji Dikau, dan Panji Dihadapanku. Kata cahaya sudah pasti berhubungan dengan Tuhan dan maknanya pun tidak jauh-jauh dari itu.

Pada puisi Chairil Anwar ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Chairil Anwar merupakan penyair yang sering menciptakan puisi berbau romantisme dan cinta. Maka tidak salah jika ada kata “cinta” yang sering disematkan pennyair dalam puisinya. Misalnya pada pusi yang berjudul: Senja di Pelabuhan Kecil Dan Cintaku Jauh di Pulau. Kedua puisi itu memperuntukkan kata Cinta kepada seseorang yang amat disayanginya. Tentu saja kepada seorang gadis yang dicintai oleh penyair.
Ø  Penyair juga sering menggunakan kata “Laut, kapal, perahu, bulan, dan malam”. Misalnya pada beberapa puisi Chairil Anwar berikut ini: Senja Di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh Di Pulau, Malam Di Pegunungan, Tjerita Buat Dien Tamaela, Persetujuan Dengan Bung Karno, dan Aku Berada Kembali. Puisi-puisi tersebut menggambarkan suasana di malam hari, di suatu tempat yang sepi seperti laut, pantai, pegunungan atau pulau kecil. Maksud dari puisi hampir sama, yaitu menggambarkan kehidupan tempat tinggal atau negeri sang penyair.
Ø  Kata “Hilang, api, ajal, maut, mati, hampa, hidup, sendiri, api, dan maju, dan negeri” juga cukup banyak digunakan oleh penyair dalam puisinya yang berbau perjuangan. Seperti puisi yang berjudul: Krawang-Bekasi, Diponegoro, Persetujuan dengan Bung Karno, dan Penerimaan. Semua puisi tadi menngungkapkan pembelaan penyair terhadap tanah air yang sedang diinjak-injak dan dijajah oleh bangsa asing.

Pada puisi Taufik Ismail ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Perjuangan” merupakan kata yang kerap kali digunakan penyair dalam puisi-puisnya. Misalnya puisi Memang Selalu Demikian, Hadi. Penyair mengulang kata “Perjuangan” sebanyak 3 kali pada puisi tersebut.  Tujuannya adalah untuk menekankan bahwa hidup itu memang selalu penuh perjuangan, meskipun selalu ada halangan dalam setiap perjuangan yang dilakukan. Selain itu ada juga pada puisi Sebuah jaket berlumur darah. Pada puisi ini penyair hanya menggunakan du kali kata perjuangan, namun maknanya sangat mendalam, yaitu berhentinya suatu perjuangan pada bait pertama yang mengisyaratkan meninggalnya para pahlawan kita, dan ‘lanjutkan perjuangan’ pada bait terakhir yang dimaksudkan bahwa perjuangan belum boleh berhenti. 
Ø  Kata “Matahari” juga sering digunakan penyair dalam puisinya. Misalnya dalam puisi Mencari Sebuah Mesjid dan Sebuah Jaket Berlumur Darah. Kedua puisi tersebut mengartikan kata matahari menjadi makna yang nyata atau makna denotasinya.
Ø  Kata “Hilang” juga tidak luput dari perhatian penyair. Kata ini juga sering sekali digunakan penyair dalam setiap puisinya. Misalnya puisi: Mencari Sebuah Mesjid, Seratus Juta, dan Tentang Sersan Nurcholis.

Pada puisi W.S. Rendra ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Matahari” kerap kali digunakan penyair dalam puisinya. Misalnya pada puisi berjudul: Sajak Matahari dan Sajak Sebatang Lisong. Kedua puisi mengungkapkan makna nyata dari matahari sebagai salah satu yang amat penting bagi kehidupan manusia.
Ø  Kata “wanita” juga tidak asing lagi ditemukan dalam karya-karya W.S. Rendra. Misalnya dalam beberapa puisi berikut: Sajak Matahari, Sajak Peperangan Abimanyu
(Untuk Puteraku, Isaias Sadewa), dan Sajak Sebatang Lisong. Pada kata “wanita” ini biasanya di tambah dengan kata lain yang menciptakan efek dramatis dalam puisinya. Misalnya pada puisi sajak matahari ada kata “
wanita miskin!” Juga pada puisi  Sajak Peperangan Abimanyu
(Untuk Puteraku, Isaias Sadewa), ada kata “
wanita kampung”. Serta pada puisi Sajak Sebatang Lisong ada kata “wanita bunting”. Maksud dari semua kata-kata itu hanyalah untuk menyindir.

Pada puisi saya sendiri ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Merah” merupakan satu-satunya kata yang sering digunakan penyair dalam puisinya. Kata merah ini memiliki makna berbeda dalam setiap puisi. Misalnya dalam puisi Gaun Merah. Yang mengandung arti kisah  tentang gaun berwarna merah, sedangkan puisi lain yang berjudul Merah  memiliki arti bahwa merah itu merupakan bagian dari kehidupan penyair. Gambaran perasaan penyair yang disimbolkan dengan kata merah.

Rabu, 07 November 2012

biografi dan analisis penyimpangan puisi


BIOGRAFI TOTO SUDARTO BACHTIAR

TOTO SUDARTO BACHTIAR, lahir 12 Oktober 1929 di Paliaman, Cirebon. Penyair ini telah mulai menulis sajak-sajak sebelum terbitnya majalah Kisah, yakni sekitar tahun 1950. Namun sekaligus sebagian besar sajak-sajaknya ditulis setelah tahun 1953. 
Sajak-sajaknya itu kemudian dikumpulkan dalam dua buku yakni Suara (1956) dan Etsa (1958). Suasana sajak-sajaknya kebanyakan murung, lembut namun menunjukkan pula adanya ketabahan dan kepercayaan pada kemanusiaan. 
Bentuk sajaknya kebanyakan lirik yang bersifat kognitif maupun ekspresif. Toto punya perhatian besar terhadap kehidupan orang-orang melarat seperti pengemis, tukang becak, kehidupan lorong-lorong Jakarta, gelandangan pinggir kali, pahlawan-pahlawan mati muda. Ia menyanyikan nasib mereka yang malang dan menarik perhatian pembaca karena keharuan nasibnya. Namun Toto juga menghasilkan sajak-sajak bersifat falsafi tentang arti kemerdekaan, maut, nasib penderitaan, dsb.
Selain menulis sajak, Toto juga menulis esai dan menterjemahkan sastra dunia. Ia telah menterjemahkan novel Hemingway yang terkenal Pertempuran Penghabisan (A Farewelol to Arms) dan sejumlah cerpen Barat dengan judul Bunglon (1965). Terjemahan-terjemahan drama dunia banyak dikerjakannya hanya sayang belum dibukukan.
Toto Sudarto Bachtiar meninggal di Cisaga, Banjar, Jawa Barat pada 9 Oktober 2007 dikarenakan serangan jantung yang dideritanya. Karya-karyanya mendapatkan banyak penghargaan dan diterima oleh masyarakat Indonesia dengan bangga. Meskipun hanya melahirkan dua buku kumpulan sajak saja, namun kedudukan Toto Sudarto Bachtiar sebagai penyair angkatan Kisah amat penting, sejajar dengan Rendra dan Sitor Situmorang.
karya-karya Toto Sudarto Bachtiar:
Suara: kumpulan sajak 1950-1955, 1956, memenangkan Hadiah Sastra BMKN
Etsa (kumpulan sajak, 1958)
Datang dari masa depan: 37 penyair Indonesia (2000)
Terjemahan
Pelacur (1954), terjemahan karya Jean Paul Sartre
Sulaiman yang Agung (1958), terjemahan karya Harold Lamb
Bunglon (1965), terjemahan karya Anton Chekhov
Bayangan Memudar (1975), terjemahan karya Breton de Nijs, diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa
Pertempuran Penghabisan (1976), terjemahan karya Ernest Hemingway
Sanyasi (1979), terjemahan karya Rabindranath Tagore



analisis penyimpangan-penyimpangan pada puisi-puisi di bawah ini:




PERGI
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Tangisku menjadi
Hatiku memerih
Tak sempat ku berucap lagi
Tapi kau sudah menjauh pergi

Inginku menahanmu
Lebih lama lagi
Namun kau semakin menjauh
Pergi dari dasar hatiku

Bulan bintang bantu aku
 Pa bisa aku lupakan dirinya
Biar hati merana rapuh
Kan kukuatkan selagi bisa


Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
·     Kata ‘menjadi’ memiliki makna yang samar-samar artinya sulit untuk dipahami langsung oleh pembaca. Sebenarnya kata menjadi di sini yaitu ‘makin menjadi’ atau ‘makin bertambah kencang’ namun penulis sengaja tidak memperjelas maksud kata ‘menjadi’ tersebut dengan tujuan estetis. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
·        Kata ‘memerih’ pada puisi di atas memiliki makna ‘menjadi perih’ atau ‘merasakan perih’. Kata ‘memerih’ dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibenarkan, oleh sebab itu terjadi penyimpangan morfologis pada kata tersebut.
·    Kata ‘pa’ sebenarnya berasal dari kata ‘apa’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pa’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis. 






merah
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Merah itu …
Pabila aku bahagia
Pabila aku marah
Pabila aku berani

Merah itu ... kamu!
Slalu buatku bahagia
Slalu buatku marah
Slalu buatku berani

Merah itu … hidupku!
Yah itu hidupku!
Di mana-mana kan selalu ada
Merah menyala
Merah hidupku
Merah semangatku!


Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
·         Kata ‘merah’ memiliki makna yang berbeda dari denotasi sebenarnya. Kata merah di sini maksudnya adalah perlambangan hidup penyair yang selalu diidentikkan dengan merah. Yang kadang bahagia, marah dan berani. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
·         Kata ‘pabila’ sebenarnya berasal dari kata ‘apabila’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pabila’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia karena tidak memiliki arti. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.
·         Kata ‘slalu’ sebenarnya berasal dari kata ‘selalu’ namun dihilangkan salah satu huruf vocal dibagian tengahnya sehingga hanya ada kata ‘slalu’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.



Rabu, 31 Oktober 2012

coretan pena Dilha


GAUN MERAH
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Setumpuk benang merah ingin kutenun lagi
Menjadi sehelai kain yang elok
Kain merah yang ingin kujahit lagi
Menjadi sebuah gaun yang indah

Gaun itu hanya akan kupakai sehari dua hari
Berikutnya tak kupakai lagi
Bosan sudah aku simpan di lemari
Menjadi seonggok kain yang tak berarti

Gaun merah itu hendak kucari lagi
Ingin kugunting menjadi kain perca
Yang bisa kupakai menambal kain yang tak cukup
Dari yang berarti menjadi tak berarti lagi


Dua Lembar Kisah Hidup
Oleh: Fadilah Neyarasmi



Si penikmat harta
Makan banyak sakit perut
Kerja lembur kurang tidur
Naik mobil kena macet
Banyak usaha banyak saingan
habis uang di meja hijau

si penderita hidup
makan sedikit tenaga terkuras
kerja kasar dapat pas-pasan
kurang tidur pikirkan hutang
Jalan kaki di antara mobil mewah
Tak ada uang tak dihargai
Hanya bisa mengadu nasib pada sang illahi

puisi


Mutiara Terindahku
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Panasnya mentari
Bukan penghalang besar untukmu
Untuk menjadi seorang yang perkasa
Seorang yang bertanggung jawab

Usiamu yang sudah mulai menua
Bukan alasan untuk berpangku tangan
Semangat juangmu
Inspirasi bagiku

Wahai orang tuaku
Kuingin kau hidup seratus tahun lagi
Kuingin kau menemaniku
Menjagaku dan menyayangiku
Tanpa batas waktumu

Ayah ibu
Pengorbananmu tiada tara
Jiwa juangmu melebihi pahlawan bagiku
Kaulah segalanya
Kaulah mutiara terindah
Dalam hidupku






PILIHAN
Oleh: Fadilah Neyarasmi
Bukan
Bukan itu
Bukan itu yang kumau!
          Tidak
Tidak mengapa
Tidak mengapa salah!
Sudah
Sudah cukup
Sudah cukup semuanya!
          Negeri
Negeri kecilku
Negeri kecilku dikhianati!
Aku
Aku hanya
Aku hanya ingin bebas!
Bisa
Bisa atau Tidak
Hanya itu jawaban yang kumau!



Rabu, 10 Oktober 2012

analisis dan aliran dalam puisi


Analisis puisi
SURAT CINTA
Oleh: Rendra
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah,
Wahai, dik Narto
aku cinta padamu!

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan di dalam kolam
jenaka dan manis
mengibaskan ekor,
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai Dik Narti, kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuh ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menembus ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan.

..................................................
Engkau adalah putri duyung
tawananku,
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahkan bagiku!
Angin mendesah
selalu medesah
dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu.

Kutulis surat ini
kata hujan gerimis

karena langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
...................................................


  *Catatan: (warna hijau) merupakan kata-kata yang maknanya berlebihan.
Kata-kata yang digunakan pengarang dalam hal ini Rendra cukup berlebih-lebihan, sehingga dapat dikategorikan dalam aliran romantisme, misalnya pada kata-kata berikut:
Engkau adalah putri duyung
tawananku,
Tapi puisi ini juga dapat dikategorikan dalam aliran ekspresionisme. Misalnya pada kata-kata berikut:
Kutulis surat ini
kala langit menangis



Aliran Impresionisme
Kampung Tua
Oleh: Fadilah Neyarasmi
Kampungku sudah tua...
ia sudah renta
meskipun sudah merdeka
tapi bagiku ia masih terkungkung.
Kampungku yang renta...
butuh perhatian dari si penguasa
tapi tak kunjung ia nikmati
masa-masa kebebasan

Setiap saat mereka menelan
kata-kata kosong dari si penguasa
sambil terus berharap
kata-kata kosong itu tak selamanya kosong.
Kampungku oh kampungku
berhentilah dikau berharap
bebaskanlah dirimu
buatlah pembaharuan sendiri

Kampungku, sejak aku lahir di sini
kau masih tetap sama
tetap tua dan tertinggal
tak ada yang mau melirik
tak ada yang mau memedulikan
biar sudah merdeka
kau tetap terkungkung





Aliran Romantisme
Tak Berbalas
Oleh: Fadilah Neyarasmi
Selalu terbayang
Wajah sosok nan rupawan
Tak kuasa aku menahan
Rasa rindu yang terpendam
meski hanya angan-angan

Kau yang kucintai
Ingin rasanya aku memiliki
Tapi aku takut tersakiti
Untuk yang kedua kali

Bilamana rindu ini tak berbalas
Hanya bisa menahan nafas
Di hatiku yang telah kandas
Ku harap engkau kan puas
Biar aku tak berbalas