BIOGRAFI TOTO SUDARTO BACHTIAR

Sajak-sajaknya itu
kemudian dikumpulkan dalam dua buku yakni Suara (1956) dan Etsa (1958). Suasana
sajak-sajaknya kebanyakan murung, lembut namun menunjukkan pula adanya
ketabahan dan kepercayaan pada kemanusiaan.
Bentuk sajaknya
kebanyakan lirik yang bersifat kognitif maupun ekspresif. Toto punya perhatian
besar terhadap kehidupan orang-orang melarat seperti pengemis, tukang becak,
kehidupan lorong-lorong Jakarta, gelandangan pinggir kali, pahlawan-pahlawan
mati muda. Ia menyanyikan nasib mereka yang malang dan menarik perhatian
pembaca karena keharuan nasibnya. Namun Toto juga menghasilkan sajak-sajak
bersifat falsafi tentang arti kemerdekaan, maut, nasib penderitaan, dsb.
Selain menulis sajak,
Toto juga menulis esai dan menterjemahkan sastra dunia. Ia telah menterjemahkan
novel Hemingway yang terkenal Pertempuran Penghabisan (A Farewelol to Arms) dan
sejumlah cerpen Barat dengan judul Bunglon (1965). Terjemahan-terjemahan drama
dunia banyak dikerjakannya hanya sayang belum dibukukan.
Toto Sudarto Bachtiar meninggal di Cisaga, Banjar, Jawa Barat pada 9 Oktober 2007 dikarenakan serangan jantung yang dideritanya. Karya-karyanya mendapatkan
banyak penghargaan dan diterima oleh masyarakat Indonesia dengan bangga. Meskipun hanya
melahirkan dua buku kumpulan sajak saja, namun kedudukan Toto Sudarto Bachtiar
sebagai penyair angkatan Kisah amat penting, sejajar dengan Rendra dan Sitor
Situmorang.
karya-karya Toto
Sudarto Bachtiar:
Suara:
kumpulan sajak 1950-1955, 1956, memenangkan Hadiah Sastra BMKN
Etsa (kumpulan sajak, 1958)
Datang dari masa depan: 37 penyair Indonesia (2000)
Etsa (kumpulan sajak, 1958)
Datang dari masa depan: 37 penyair Indonesia (2000)
Terjemahan
Pelacur (1954), terjemahan karya Jean Paul Sartre
Sulaiman yang Agung (1958), terjemahan karya Harold Lamb
Bunglon (1965), terjemahan karya Anton Chekhov
Bayangan Memudar (1975), terjemahan karya Breton de Nijs, diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa
Pertempuran Penghabisan (1976), terjemahan karya Ernest Hemingway
Sanyasi (1979), terjemahan karya Rabindranath Tagore
Pelacur (1954), terjemahan karya Jean Paul Sartre
Sulaiman yang Agung (1958), terjemahan karya Harold Lamb
Bunglon (1965), terjemahan karya Anton Chekhov
Bayangan Memudar (1975), terjemahan karya Breton de Nijs, diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa
Pertempuran Penghabisan (1976), terjemahan karya Ernest Hemingway
Sanyasi (1979), terjemahan karya Rabindranath Tagore
analisis penyimpangan-penyimpangan pada puisi-puisi di bawah ini:
PERGI
Oleh:
Fadilah Neyarasmi
Tangisku
menjadi
Hatiku
memerih
Tak sempat
ku berucap lagi
Tapi
kau sudah menjauh pergi
Inginku
menahanmu
Lebih
lama lagi
Namun
kau semakin menjauh
Pergi
dari dasar hatiku
Bulan
bintang bantu aku
Pa bisa aku
lupakan dirinya
Biar
hati merana rapuh
Kan kukuatkan
selagi bisa
Penyimpangan-penyimpangan
pada puisi di atas:
· Kata
‘menjadi’ memiliki makna yang samar-samar artinya sulit untuk dipahami langsung
oleh pembaca. Sebenarnya kata menjadi di sini yaitu ‘makin menjadi’ atau ‘makin
bertambah kencang’ namun penulis sengaja tidak memperjelas maksud kata ‘menjadi’
tersebut dengan tujuan estetis. Penyimpangan yang terjadi merupakan
penyimpangan semantis.
· Kata
‘memerih’ pada puisi di atas memiliki makna ‘menjadi perih’ atau ‘merasakan perih’.
Kata ‘memerih’ dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibenarkan, oleh sebab
itu terjadi penyimpangan morfologis pada kata tersebut.
· Kata
‘pa’ sebenarnya berasal dari kata ‘apa’ namun dihilangkan salah satu huruf
awalnya sehingga hanya ada kata ‘pa’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan
bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.
merah
Oleh:
Fadilah Neyarasmi
Merah itu …
Pabila aku bahagia
Pabila aku marah
Pabila aku berani
Merah itu ... kamu!
Slalu buatku bahagia
Slalu buatku marah
Slalu buatku berani
Merah itu … hidupku!
Yah itu hidupku!
Di mana-mana kan selalu ada
Merah menyala
Merah hidupku
Merah semangatku!
Penyimpangan-penyimpangan
pada puisi di atas:
·
Kata
‘merah’ memiliki makna yang berbeda dari denotasi sebenarnya. Kata merah di
sini maksudnya adalah perlambangan hidup penyair yang selalu diidentikkan
dengan merah. Yang kadang bahagia, marah dan berani. Penyimpangan yang terjadi
merupakan penyimpangan semantis.
·
Kata
‘pabila’ sebenarnya berasal dari kata ‘apabila’ namun dihilangkan salah satu
huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pabila’ yang sebenarnya dianggap salah
dalam ejaan bahasa Indonesia karena tidak memiliki arti. Penyimpangan yang terjadi
merupakan penyimpangan fonologis.
·
Kata
‘slalu’ sebenarnya berasal dari kata ‘selalu’ namun dihilangkan salah satu
huruf vocal dibagian tengahnya sehingga hanya ada kata ‘slalu’ yang sebenarnya
dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi
merupakan penyimpangan fonologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar