DERITA LINTANG
Suasana saat itu sangat mencekam. Sekelompok polisi menyergap sebuah rumah bertingkat dan menemukan beberapa pemuda setengah sadar sedang menikmati obat-obatan terlarang. Seorang pemuda yang masih mampu berlari, kemudian mencari jalan untuk lepas dari kejaran polisi. Namun naas, kaki sebelah kiri pemuda tersebut tiba-tiba tertembak oleh senjata seorang polisi. Walau dengan rasa perih ia tetap mencoba terus berlari, dan sekarang ia telah berada di tengah jalan dan akhirnya ia harus menerima takdir hidupnya, ia meninggal karena tertabrak mobil truk yang melintas dengan kecepatan tinggi.
Sementara yang lain -yang masih setengah sadar- akhirnya harus menjalani penyelidikan polisi lebih lanjut dan dibawa ke panti rehabilitasi. Salah seorang diantara mereka bernama Lintang. Ia sebenarnya bukan pecandu narkoba akut, namun karena termakan pergaulan, akhirnya ia juga terperangkap barang haram tersebut. Pemuda itu kini mengalami depresi. Selain karena mengetahui kalau sahabatnya meninggal akibat kecelakaan saat penyergapan kemarin, ia juga harus menanggung malu akibat perbuatannya sendiri. kedua orang tuanya enggan mengakuinya sebagai anak, karena aib anaknya yang cukup fatal dan dapat menghambat karir keduanya. Padahal Lintang kini butuh perhatian lebih, demi pemulihan kesehatannya. Namun, yah…. nasib mujur tak berpihak padanya.
“Kenapa, kenapa aku harus ada di dunia ini ?! Ha… ha… ha…” ucap Lintang dengan tertawa. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu.
“Aku…. aku bukanlah manusia beruntung. Aku hanya bisa membuat orang disekelilingku menderita. Hem.. hem..” raut wajahnya kini berubah. Ia kini tersedu-sedu.
Seorang wanita terlihat sedang mengintip Lintang dari jendela. Namun saat Lintang melihatnya, ia buru-buru pergi.
“Mungkin itu Rey yang mengawasiku. Ia pasti akan membalas dendam akan kematiannya. Biarlah.. Reymond, bunuhlah aku ! Aku ingin mati saja. Aku lebih baik pergi dari dunia yang kejam ini, ayo Rey, bunuhlah aku !” Ucapnya berteriak. Namun, tak seorang pun yang mempedulikan teriakannya. Memang, ia kini dianggap setengah waras, dan entah sampai kapan ia harus seperti ini.
Malam harinya, masih tetap dalam ruangannya, Lintang mengambil seutas tali dari gudang belakang. Ia mengikat tali tersebut secara melingkar di atas pintu. Semua juga dapat menduga hal bodoh apa yang akan dilakukannya. Namun, saat ia mulai mengangkat badannya dan siap melakukan hal tersebut, ia jadi teringat janjinya pada Syta, cewek ABG yang selalu tersenyum dan manja pada Lintang.
Ia pun mulai berpikir panjang dan hendak membatalkan rencananya. Namun, karena ia merasa tak ada lagi yang mencintainya di dunia ini, orang tuanya, teman-temannya, bahkan sampai kekasih hatinya, ia kembali naik ke atas kursi dan melanjutkan niatnya. Dengan perlahan diangkatnya kepala dan tubuhnya ke dekat tali, dimasukkan kepalanya dengan nafas tak teratur. Dan sampai akhirnya untuk kedua kalinya ia membatalkan rencananya. Setelah ia mendengar suara wanita dengan penampilan layaknya seorang preman datang menghampirinya. Ia berdiri tepat di samping pintu dimana Lintang berniat melakukan aksinya.
“Hai cowok bego. Nekat bunuh diri ..! untung kalau kamu mati, kalau nggak? Mau ditaruh dimana muka jelek kamu itu ?” Ucapnya meledek Lintang. Lintang yang kesal akan kedatangan wanita yang tak dikenalinya lalu turun dari kursi kemudian menghampiri wanita tersebut.
“Siapa kamu? Mau apa kamu mencampuri urusanku?” ucapnya meninggikan nada suaranya.
“Waw ! lagakmu seperti lelaki perkasa yang pantang menyerah dengan keadaan. Tapi nyatanya, kau tidak lebih seorang lelaki bodoh yang pengecut. Bahkan lebih pengecut dari seorang perempuan lemah sekalipun !”
“Tutup mulut kamu, jangan sampai kesabaranku habis dan nekat bertindak kasar padamu.”
“Begitu? Okey fine. Silahkan tuan, lakukan saja sesukamu. Tapi satu pesanku. Apabila kamu mati nanti, jangan bergentayangan di tempat ini. Karena aku tak mau kamu menakuti orang-orang yang depresi di tempat ini, dan akhirnya melakukan tindakan bodoh sepertimu. Bye… cowok bego!!!”
Wanita tersebut kemudian meninggalkan Lintang dengan acuhnya. Lintang terus saja menatap kepergian wanita tersebut sambil memikirkan sesuatu.
“Apa yang dikatakan wanita itu ada benarnya juga. Aku kan dilahirkan di dunia ini bukan jadi wanita pengecut.”
* * *
Lintang berbaring di atas rumput halaman luar yang nampak bersih. Ia menatap ke atas sambil memperhatikan awan yang bergerak dan sesekali ia membayangkan sesuatu hal. Tak disangkanya seorang wanita.
“Hai cowo bego. Aku kira kamu sudah mati semalam. Pantas saja kabar kematianmu nggak sampai di telingaku. Rupanya, kamu membatalkan niatmu, kenapa takut…….apa takut ?” ucapnya kembali meledek. Namun kali ini Lintang tak menanggapi perkataan wanita tersebut.
“O….ou….aku baru ingat. Kamu itukan lelaki sejati. Gak heran kalau kamu bermaksud membatalkan rencana bodohmu. btw, percaya atau tidak, sejak kedatanganmu pertama kali ditempat ini, aku sudah tertarik padamu.”
“Hem…..tertarik untuk mengerjaiku ? “ jawab Lintang kemudian. Wanita tersebut tak percaya Lintang akan menanggapi ucapannya.
“Kau itu humoris juga yah, meskipun hatimu terlihat rapuh. Oh ya, aku senang kau menuruti ucapanku. Setidaknya aku bisa jadi malaikat penyelamat buatmu!”
“Terserah apa menurutmu. Namun siapa?” Lintang merasa tertarik untuk mengenali gadis tersebut. Ia melihat kepribadian wanita tersebut sangat jauh berbeda dengan wanita lainnya. Setidaknya, itulah yang kini ada dipikirannya saat ini.
“Namaku cukup mahal untuk kamu ketahui. Tapi akan kuberitahu asalkan kamu mau menceritakan kenapa kamu bisa ada ditempat ini?”
Akhirnya, Lintang menceritakan alasannya mengapa ia akhirnya berada di tempat ini. Ia mulai menceritakan bagaimana sikap kedua orang tuanya yang enggan peduli pada kehidupan Lintang. Bagaimana Lintang menghadapi kesepiannya tanpa ada sosok yang mau mendengarkan curahan hatinya. Dan ketika ia akhirnya terjerumus kelembah haram narkoba dan terperangkap ditempat ini yang menurutnya bak sebuah neraka .
“Nasibmu amat lebih baik dari pada nasib seorang yatim piatu sepertiku. Aku sebenarnya tak berbeda jauh sepertimu. Aku juga terjerumus narkoba, tapi bedanya kamu terjerumus karena ulahmu sendiri, sementara aku karena jebakan orang lain.”
Lintang tak mengerti maksud ucapan wanita tersebut. Wanita itu kemudian menjelaskan pada Lintang dengan penuh ekspresi.”
“Kamu tahu, waktu kecil kedua orang tuaku membuangku ke tong sampah karena mereka tak sanggup membiayai hidupku. Kemudian aku diambil oleh seorang preman pasar. Ia menghidupiku dengan uang hasil palakan, curian, preman bayaran. Oleh sebab itu, untuk membalas jasanya aku ikut membantunya dengan mengamen sembari menjual asongan bahkan, sampai ikut-ikutan mencuri. Suatu ketika aku melakukan aksi nekatku untuk mencuri, aku kedapatan oleh sang pemilik dompet. Ia nyaris melaporkanku ke polisi. Namun ia lagaknya sedikit peduli terhadapku. Ia sangat iba kepadaku dan menyuruhku berhenti mencuri bahkan ia mengajakku tinggal bersamanya sebagai anak angkat dan aku disekolahkannya. Ia begitu baik terhadapku. Namun kedua anaknya tak pernah suka denganku merekapun mencari cara agar aku bisa pergi dari rumahnya dan bila perlu melenyapkanku dari kehidupannya.
Gadis itu pun menghentikan ceritanya, sambil menatap Lintang yang tengah membayangkan hal yang diceritakannya
“Akhirnya mereka menjebakku. Mereka mengajakku clubbing dan memberiku minuman memabukkan, hingga aku mabuk dan mereka memberiku barang haram tersebut. Tanpa sadar aku menggunakannya dan akhirnya aku pun berada ditempat ini. Tapi aku cukup senang berada disini paling tidak, aku tidak sendirian mengalami nasib buruk. Tadinya aku juga sama terpuruknya denganmu. Akupun tak luput ingin melakukan hal bodoh seperti yang kamu lakukan. Tapi untung akal sehatku masih setia menemaniku. Hingga aku bisa seperti sekarang.”
“Waw…aku salut terhadapmu. Kau betul-betul wanita yang tangguh. Oh ya, siapa namamu?”
“Huuu…terserah kau saja. Panggil aku apapun bolehlah.”
“Hei, tapi kan tadi kau sudah janji akan memberitahukan nama.” tiba-tiba gadis tersebut bernjak pergi. Membuat Lintang kini binggung dengan sosok gadis berkepribadian aneh itu.
“Dasar aneh.. cewek misterius. Ha .. misterius.. Misti.. boleh juga !”
* * *
Sebulan sudah Lintang berada dipanti rehabilitasi tersebut. Suka duka telah ia hadapi di tempat itu. Bersama gadis tomboy yang ia namai Misti. Lintang dan Misti kini sangat akrab, bahkan mereka tak canggung lagi mengungkapkan segala curahan hatinya. Misti pernah bercerita kepada Lintang, bahwa ia selalu mengerjai pak Kukik sang penjaga panti. Ia pernah memberi tinta pada air pel pak Kukik, maka saat ia mengepel, lantai bukannya bersih, tapi malah belepotan tinta. Atau lain ketika ia mengerjai teman lainnya sesama penghuni, ia pernah menyimpan kecoa dan tikus dalam selimut beberapa orang temannya. Hingga saat teman-temannya hendak berbaring, ia menjerit kegelian melihat ada tikus dan kecoa dalam selimutnya. Maka teman-temannya sering memanggilnya sering memanggilnya dengan sebutan Misil alias ‘miss usil’. Memang, sejak datangnya ia ke tempat itu, ia tak pernah sekalipun mau memberitahukan nama aslinya hingga ada banyak nama yang disebutkan padanya. Lintang pun merasa senang dekat dengan Misti alias Misil. Bukan hanya karena sikapnya yang unik, tapi juga kepribadiannya yang cenderung aneh bin ajaib. Cukup menghibur Lintang dan melupakan masa lalunya yang begitu pahit.
Suatu ketika, Misti pernah curhat pada Lintang yang lain dari biasanya. Misti sepertinya cukup serius dengan perkataannya.
“Lintang, kalau misalnya nggak ada aku lagi bersamamu, apa yang akan kau lakukan?” ucapnya menatap Lintang.
“Apa? Jadi menurutmu kehidupanku bergantung padamu ! Yah tentu nggak lah Mis.” ucap Lintang bercanda.
“Baguslah. Artinya kau merelakan aku jika suatu saat nanti kita tak bersama lagi.”
Lintang terdiam mendengar ucapan Misti, ia sebetulnya sangat butuh perhatian Misti dan segala hal yang berhubungan dengannya. Ia tak pernah membayangkan apa jadinya jika kelak Misti tak lagi bersamanya. Namun, ia tak mau disebut lelaki pengecut oleh Misti jika ia mengatakan hal tersebut padanya.
Tiga empat bulan sudah mereka bersama, Lintang keadaannya semakin membaik. Begitu pun Misti dan kawan-kawan lainnya. Bahkan beberapa ada yang telah keluar dari panti dan kembali berkumpul dengan sanak family-nya. Namun akhir-akhir ini Misti cukup aneh, ia sering sakit-sakitan. Badannya pun semakin kurus, dan tak jarang ia mengurung diri di kamar. Lintang yang prihatin akan keadaan Misti langsung menemui Misti.
“Misti… kamu kenapa sih? Kamu nggak sakit kan?”
“Nggak kok Lin. Aku cuma batuk saja kok. Sana deh kamu keluar, entar ketularan lagi sakitnya.”
“Tunggu deh…. akhir-akhir ini kamu aneh banget. Sering menyendiri, sering mengurung diri di kamar, bahkan aku perhatikan badan kamu semakin kurus aja, kamu ga ‘make’ lagi kan ?” ucap Lintang, membuat mata Misti terbelalak.
“Sudahlah Lin. Kamu jangan sok tahu. Aku mohon biarin aku sendiri. Aku ingin nggak ada orang yang ganggu hidupku lagi. Ngerti ?”. Misti berkata pada Lintang dengan nada cukup tinggi. Lintang tahu Misti kali ini benar-benar marah besar terhadapnya. Tapi ia bingung apa maksud ucapannya yang mengatakan kalau ia tak ingin diganggu hidupnya oleh siapapun. Apakah maksudnya, bahwa Lintang dan Misti tak akan bersahabat lagi. Lintang gusar memikirkan hal itu.
Seminggu kemudian, berita heboh itu muncul. Misti gadis lugu, jahil, unik, dan misterius meninggal dunia akibat kanker paru-paru yang dideritanya. Lintang dan teman-teman lainnya bak tersambar petir di siang bolong mendengar hal itu, pasalnya Misti tak sekalipun memberitahukan bahwa dirinya terjangkit penyakit separah itu. Bahkan, Lintang sahabat dekatnya tak tahu menahu hal tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa Misti hanya sakit flu biasa dan ia ingin memulihkan kesehatannya dengan menyendiri di kamar. Semua teman-temannya sangat bersedih hati dan tak merelakan kematian Misti sang gadis misterius dan periang tersebut.
Lintang tak mengerti akan nasib sahabatnya, belum sempat ia membahagiakan Misti, ia kini keburu dipanggil Sang Khalik. Sungguh ironis sekali. Karena kematian sahabatnya, Lintang kembali drop. Ia mulai depresi dan menganggap dirinya tak mampu hidup lagi tanpa Misti disampingnya.
Misti dianggapnya adalah sosok pengganti orang tuanya yang telah membuangnya, sosok sahabat yang selalu menemaninya suka maupun duka, bahkan sosok kekasih yang selalu menghibur hatinya yang tengah kacau. Ia tak menyangka sosok sebaik Misti harus dipanggil Tuhan secepat itu. Padahal ia sangat berarti untuk semua orang yang tengah membutuhkan penyelesaian masalah, butuh hiburan, dan butuh teman curhat. Mungkinkah ia akan mendapatkan lagi sahabat seperti Misti? Rasanya tidak mungkin. Misti terlalu baik, Misti terlalu tegar, Misti terlalu unik untuk digantikan orang lain.
Dalam keterpurukannya, Lintang coba mengingat kenangan bersama sahabatnya yang kini bersemayam di bumi Sang Khalik. Misti pernah berkata, tidak akan ada kebahagiaan tanpa penderitaan, tidak akan ada kerinduan tanpa kenangan, dan tidak akan kehidupan tanpa kematian. Tuhan akan memberikan cobaan yang bisa dilalui hamba-Nya, karena manusia ibarat siswa yang tengah berjuang demi kelulusan.
“Semoga Misti telah lulus akan ujian Tuhan dan akan mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya. Amin…”
Lintang bertekad setelah ia keluar dari tempat rehabilitasi ini, ia akan memulai hidupnya lebih baik lagi. Ia akan berbaur dengan masyarakat, lebih banyak menimba ilmu keagamaan, dan tak akan menyusahkan orang lain lagi. Karena Lintang yakin, Misti akan senang jikalau Lintang mengubah jalan hidupnya ke arah yang lebih baik.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar