Rabu, 21 November 2012

tugas analisis puisi dari beberapa penyair


Pada puisi Amir Hamzah ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Kurnia” sering digunakan amir hamzah bahkan dijadikan judul dalam salah satu puisinya. Kurnia yang dimaksud penyair pada puisi Nyanyian Mesir Purba hampir sama dengan makna kurnia pada puisi yang berjudul Kurnia, yaitu karunia (anugerah) dari Tuhan yang diberikan kepada penyair.
Ø  Kata “Malam” merupakan salah satu kata yang juga sering digunakan penyair. Misalnya pada puisi berjudul Nyanyian Syiking, Hanyut Aku, dan juga puisi Doa. Bahkan dalam satu puisi kata “malam” kadang digunakan lebih dari satu kali. Makna malam pada puisi Nyanyian Syiking, menggambarkan malam yang tadinya telah berubah menjadi pagi yang cerah disertai bunyi kokok ayam. Pada puisi Hanyut Aku, kata malam menggambarkan keputusasaan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Ø  Kata “Kekasih” juga ada ada pada beberapa puisi Amir Hamzah, misalnya pada puisi Nyanyian Syiking, Hanyut Aku, Doa, dan Memuji Aku. Makna dari kata “kekasih” yang dimaksud pengarang sepertinya hampir sama dalam setiap puisinya yaitu “Tuhan”. Meskipun ada beberapa kata-kata yang terkesan mesra namun pada kenyataannya banyak juga kata-kata lain yang mendukung bahwa kekasih yang dimaksud penyair bukanlah seseorang yang dicintainya.
Ø  Kata “Cahaya” digunakan penyair dalam puisi religinya. Misalnya pada puisi Doa, Memuji Dikau, dan Panji Dihadapanku. Kata cahaya sudah pasti berhubungan dengan Tuhan dan maknanya pun tidak jauh-jauh dari itu.

Pada puisi Chairil Anwar ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Chairil Anwar merupakan penyair yang sering menciptakan puisi berbau romantisme dan cinta. Maka tidak salah jika ada kata “cinta” yang sering disematkan pennyair dalam puisinya. Misalnya pada pusi yang berjudul: Senja di Pelabuhan Kecil Dan Cintaku Jauh di Pulau. Kedua puisi itu memperuntukkan kata Cinta kepada seseorang yang amat disayanginya. Tentu saja kepada seorang gadis yang dicintai oleh penyair.
Ø  Penyair juga sering menggunakan kata “Laut, kapal, perahu, bulan, dan malam”. Misalnya pada beberapa puisi Chairil Anwar berikut ini: Senja Di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh Di Pulau, Malam Di Pegunungan, Tjerita Buat Dien Tamaela, Persetujuan Dengan Bung Karno, dan Aku Berada Kembali. Puisi-puisi tersebut menggambarkan suasana di malam hari, di suatu tempat yang sepi seperti laut, pantai, pegunungan atau pulau kecil. Maksud dari puisi hampir sama, yaitu menggambarkan kehidupan tempat tinggal atau negeri sang penyair.
Ø  Kata “Hilang, api, ajal, maut, mati, hampa, hidup, sendiri, api, dan maju, dan negeri” juga cukup banyak digunakan oleh penyair dalam puisinya yang berbau perjuangan. Seperti puisi yang berjudul: Krawang-Bekasi, Diponegoro, Persetujuan dengan Bung Karno, dan Penerimaan. Semua puisi tadi menngungkapkan pembelaan penyair terhadap tanah air yang sedang diinjak-injak dan dijajah oleh bangsa asing.

Pada puisi Taufik Ismail ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Perjuangan” merupakan kata yang kerap kali digunakan penyair dalam puisi-puisnya. Misalnya puisi Memang Selalu Demikian, Hadi. Penyair mengulang kata “Perjuangan” sebanyak 3 kali pada puisi tersebut.  Tujuannya adalah untuk menekankan bahwa hidup itu memang selalu penuh perjuangan, meskipun selalu ada halangan dalam setiap perjuangan yang dilakukan. Selain itu ada juga pada puisi Sebuah jaket berlumur darah. Pada puisi ini penyair hanya menggunakan du kali kata perjuangan, namun maknanya sangat mendalam, yaitu berhentinya suatu perjuangan pada bait pertama yang mengisyaratkan meninggalnya para pahlawan kita, dan ‘lanjutkan perjuangan’ pada bait terakhir yang dimaksudkan bahwa perjuangan belum boleh berhenti. 
Ø  Kata “Matahari” juga sering digunakan penyair dalam puisinya. Misalnya dalam puisi Mencari Sebuah Mesjid dan Sebuah Jaket Berlumur Darah. Kedua puisi tersebut mengartikan kata matahari menjadi makna yang nyata atau makna denotasinya.
Ø  Kata “Hilang” juga tidak luput dari perhatian penyair. Kata ini juga sering sekali digunakan penyair dalam setiap puisinya. Misalnya puisi: Mencari Sebuah Mesjid, Seratus Juta, dan Tentang Sersan Nurcholis.

Pada puisi W.S. Rendra ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Matahari” kerap kali digunakan penyair dalam puisinya. Misalnya pada puisi berjudul: Sajak Matahari dan Sajak Sebatang Lisong. Kedua puisi mengungkapkan makna nyata dari matahari sebagai salah satu yang amat penting bagi kehidupan manusia.
Ø  Kata “wanita” juga tidak asing lagi ditemukan dalam karya-karya W.S. Rendra. Misalnya dalam beberapa puisi berikut: Sajak Matahari, Sajak Peperangan Abimanyu
(Untuk Puteraku, Isaias Sadewa), dan Sajak Sebatang Lisong. Pada kata “wanita” ini biasanya di tambah dengan kata lain yang menciptakan efek dramatis dalam puisinya. Misalnya pada puisi sajak matahari ada kata “
wanita miskin!” Juga pada puisi  Sajak Peperangan Abimanyu
(Untuk Puteraku, Isaias Sadewa), ada kata “
wanita kampung”. Serta pada puisi Sajak Sebatang Lisong ada kata “wanita bunting”. Maksud dari semua kata-kata itu hanyalah untuk menyindir.

Pada puisi saya sendiri ada beberapa kata yang sering digunakan oleh penyair.
Ø  Kata “Merah” merupakan satu-satunya kata yang sering digunakan penyair dalam puisinya. Kata merah ini memiliki makna berbeda dalam setiap puisi. Misalnya dalam puisi Gaun Merah. Yang mengandung arti kisah  tentang gaun berwarna merah, sedangkan puisi lain yang berjudul Merah  memiliki arti bahwa merah itu merupakan bagian dari kehidupan penyair. Gambaran perasaan penyair yang disimbolkan dengan kata merah.

Rabu, 07 November 2012

biografi dan analisis penyimpangan puisi


BIOGRAFI TOTO SUDARTO BACHTIAR

TOTO SUDARTO BACHTIAR, lahir 12 Oktober 1929 di Paliaman, Cirebon. Penyair ini telah mulai menulis sajak-sajak sebelum terbitnya majalah Kisah, yakni sekitar tahun 1950. Namun sekaligus sebagian besar sajak-sajaknya ditulis setelah tahun 1953. 
Sajak-sajaknya itu kemudian dikumpulkan dalam dua buku yakni Suara (1956) dan Etsa (1958). Suasana sajak-sajaknya kebanyakan murung, lembut namun menunjukkan pula adanya ketabahan dan kepercayaan pada kemanusiaan. 
Bentuk sajaknya kebanyakan lirik yang bersifat kognitif maupun ekspresif. Toto punya perhatian besar terhadap kehidupan orang-orang melarat seperti pengemis, tukang becak, kehidupan lorong-lorong Jakarta, gelandangan pinggir kali, pahlawan-pahlawan mati muda. Ia menyanyikan nasib mereka yang malang dan menarik perhatian pembaca karena keharuan nasibnya. Namun Toto juga menghasilkan sajak-sajak bersifat falsafi tentang arti kemerdekaan, maut, nasib penderitaan, dsb.
Selain menulis sajak, Toto juga menulis esai dan menterjemahkan sastra dunia. Ia telah menterjemahkan novel Hemingway yang terkenal Pertempuran Penghabisan (A Farewelol to Arms) dan sejumlah cerpen Barat dengan judul Bunglon (1965). Terjemahan-terjemahan drama dunia banyak dikerjakannya hanya sayang belum dibukukan.
Toto Sudarto Bachtiar meninggal di Cisaga, Banjar, Jawa Barat pada 9 Oktober 2007 dikarenakan serangan jantung yang dideritanya. Karya-karyanya mendapatkan banyak penghargaan dan diterima oleh masyarakat Indonesia dengan bangga. Meskipun hanya melahirkan dua buku kumpulan sajak saja, namun kedudukan Toto Sudarto Bachtiar sebagai penyair angkatan Kisah amat penting, sejajar dengan Rendra dan Sitor Situmorang.
karya-karya Toto Sudarto Bachtiar:
Suara: kumpulan sajak 1950-1955, 1956, memenangkan Hadiah Sastra BMKN
Etsa (kumpulan sajak, 1958)
Datang dari masa depan: 37 penyair Indonesia (2000)
Terjemahan
Pelacur (1954), terjemahan karya Jean Paul Sartre
Sulaiman yang Agung (1958), terjemahan karya Harold Lamb
Bunglon (1965), terjemahan karya Anton Chekhov
Bayangan Memudar (1975), terjemahan karya Breton de Nijs, diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa
Pertempuran Penghabisan (1976), terjemahan karya Ernest Hemingway
Sanyasi (1979), terjemahan karya Rabindranath Tagore



analisis penyimpangan-penyimpangan pada puisi-puisi di bawah ini:




PERGI
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Tangisku menjadi
Hatiku memerih
Tak sempat ku berucap lagi
Tapi kau sudah menjauh pergi

Inginku menahanmu
Lebih lama lagi
Namun kau semakin menjauh
Pergi dari dasar hatiku

Bulan bintang bantu aku
 Pa bisa aku lupakan dirinya
Biar hati merana rapuh
Kan kukuatkan selagi bisa


Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
·     Kata ‘menjadi’ memiliki makna yang samar-samar artinya sulit untuk dipahami langsung oleh pembaca. Sebenarnya kata menjadi di sini yaitu ‘makin menjadi’ atau ‘makin bertambah kencang’ namun penulis sengaja tidak memperjelas maksud kata ‘menjadi’ tersebut dengan tujuan estetis. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
·        Kata ‘memerih’ pada puisi di atas memiliki makna ‘menjadi perih’ atau ‘merasakan perih’. Kata ‘memerih’ dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibenarkan, oleh sebab itu terjadi penyimpangan morfologis pada kata tersebut.
·    Kata ‘pa’ sebenarnya berasal dari kata ‘apa’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pa’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis. 






merah
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Merah itu …
Pabila aku bahagia
Pabila aku marah
Pabila aku berani

Merah itu ... kamu!
Slalu buatku bahagia
Slalu buatku marah
Slalu buatku berani

Merah itu … hidupku!
Yah itu hidupku!
Di mana-mana kan selalu ada
Merah menyala
Merah hidupku
Merah semangatku!


Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
·         Kata ‘merah’ memiliki makna yang berbeda dari denotasi sebenarnya. Kata merah di sini maksudnya adalah perlambangan hidup penyair yang selalu diidentikkan dengan merah. Yang kadang bahagia, marah dan berani. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
·         Kata ‘pabila’ sebenarnya berasal dari kata ‘apabila’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pabila’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia karena tidak memiliki arti. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.
·         Kata ‘slalu’ sebenarnya berasal dari kata ‘selalu’ namun dihilangkan salah satu huruf vocal dibagian tengahnya sehingga hanya ada kata ‘slalu’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.